Sabtu, 22 April 2017

3. KEPEMIMPINAN


1.     Definisi kepemimpinan
Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Kepemimpinan di katakan juga sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok.Tiga implikasi penting dalam hal ini yaitu :
1.      Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut
2.      Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya
3.      Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk memengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara. (Rivai, Veithzal, dan Deddy Mulyadi. 2013)

2.     Pentingnya kepemimpinan dalam perusahaan
Kiranya tidak dapat disangkal bahwa keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Bahkan kiranya dapat diterima sebagai suatu “trueisme” apabila dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut menyelenggarakan berbagai kegiatannya.
Hal senada dapat pula di katakan tentang organisasi-organisasi di lingkungan pemerintahan yang tanggung jawab utamanya adalah menyelenggarakan tugas-tugas pengaturan dan pemberian pelayan kepada masyarakat.Mutu peraturan menjadi dasar kerja para anggota aparatur pemerintah sangat ditentukan oleh persepsi, wawasan dan profesionalisme para perumus peraturan perundang-undangan tersebut tentunya kemudian diikuti oleh berbagai kebijaksanaan teknis dan kebijaksanaan operasional sesuai dengan bidang tanggung jawab fungsional masing-masing. Demikian pula halnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat “clientele groups” sesuatu instalasi. Agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkannya dengan cepat dan memuaskan – tanpa mengabaikan kecermatan, ketelitian dan terjaminnya pengamanan kebijaksanaan pemerintah – mutu kepemimpinan memegang peranan yang sangat menentukan. (Siagian, Sondang P.2010)
3.     Fungsi Kepemimpinan dalam perusahaan
1)      Pimpinan sebagai penentu arah
Telah umum di ketahui bahwa setiap oeganisasi, baik di bidang kenegaraan, keniagaan, poliik, sosial dan organisasi kemasyarakatan lainnya, di ciptakan atau dibentuk sebagai wahana untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, baik yang sifatnya jangka panjang, maupun jangka pendek yang tidak mungkin tercapai apabila diusahakan dicapai oleh anggotanya yang bertindak sendiri-sendiri.

Tergantung [ada jenjang hirarki jabatan pimpinan yang diduduki oleh seseotang dalam suatu organisasi, keputusan yang di ambil dalam organisasi dapat di golongkan sebagai :
a.       Keptusan strategik,
b.      Keputusan yang bersifat taktik,
c.       Keputusan yang berisfat teknis,
d.      Keputusan operasional.
Jelas bahwa semakin tinggi kedudukan kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang di ambilnya semakin besar, satu keputusan strategik mempunyai beberapa ciri pokok, seperti :
a.       jangka waktunya jauh ke depan,
b.      dampaknya terhadap kehidupan organisasional kuat,
c.       cakupannya bersifat menyeluruh karena menyuntuh seluruh segi dan tingkat organisasi.
sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, keputusan yang di ambilnya pun lebih mengarah kepada hal-hal yang eknis operasional dengan beberapa ciri pokok seperti :
a.       jangka waktunya yang semakin pendek,
b.      dampaknya hanya di rasakan kuat secara inkremental,
c.       cakupannya terbatas dan hanya menyangkut segi-segi atau bagian-bagian tertentu saja dari organisasi.
Perlu di tekankan bahwa pada tingkat kepemimpinan puncak sekali pun seseorang teteap mengambil keputusan operasional, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Sebaliknya seorang pimpinan tingkat rendah mengambil pula keputusan yang sifatnya strategik, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil.
2)      Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi
Kebijaksanaan dan kegiatan organisasi perlu di jelaskan kepada bebagai pihak tersebut di maksud agar berbagai pihak itu mempunyai pengertian yang tepat tentang kehidupan organisasional perusahaan yang bersangkutan.  Pengertian yang tepat diharapkan bermuara pada pemahaman dan pemberian dukungan yang diperlukan, bertolak dari kepercayaan terhadap kemampuan organisasi memenuhi berbagai kepentingan yang diwakili oleh pihak-pihak yang berkepentingan itu.Yang paling bertanggung jawab untuk berperan sebagai wakil dan juru bicara perusahaan dalam hubungan dengan berbagai pihak tersebut adalah pimpinan perusahaan.
Sebagai wakil dan juru biacar resmi organisasi, fungsi pimpinan tidak terbatas pada pemeliharaan hubungan yang baik saja, tetapi harus membuahkan perolehan dukungan yang di perlukan oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya.

3)      Pimpinan sebagai komunikator yang efektif
Tidak dapat di sangkal bahwa salah satu fungsi pimpinan yang bersifar hakiki adalah berkomunikasi secara efektif. Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan seorang pemimpin sehingga dapat di katakan bahwa penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan conaitto sine qua non  bagi setiap pejabat pimpinan.
4)      Pimpinan sebagai mediator
Dalam kehidupan organisasional, selalu saja ada situasi konflik yang harus diatasi, baik dalam hubungan ke luar maupun dalam hubungan ke dalam organisasi. Pembahasan tentang fungsi pimpinan sebagai mediator difokuskan pada penyelesaian situasi konflik yang mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi pentingnya situasi konflik yang mungkin timbul dalam hubungan keluar dihadapi dan diatasi.
Dalam satu organisasi dapat timbul situasi konflik dan faktor-faktor penyebabnya pun dapat beraneka ragam. Situasi konflik biasanya timbul karena tiga faktor utama yaitu :
a)      Persepsi subjektif tentang kemungkinan timbulnya tantangan dari pihak lain dalam organisasi,
b)      Kelangkaan sumber daya dan dana,
c)      Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan yang di perkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.
Teori yang telah dikembangkan dewasa ini memberikan petunjuk tentang adanya lima teknik atau cara yang dapat digunakan oleh seorang pimpinan selaku mediator dalam menangani konflik yang timbul, baik antara individu yang tergabung dalam satu kelompok kerja maupun antara berbagai kelompok yang terdapat dalam organisasi. Teknik atau cara tersebut ialah :
a.       Kompetisi,
b.      Kolaborasi,
c.       Kompromi,
d.      Pengelakan,
e.       Akomodasi

5)      Peranan selaku integrator
Seorang pimpinan yang efektif dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya sudah barang tentu tidak akan membiarkan cara berpikir dan bertindak semakin demikian karena organisasi diharapkan mampu mencapai tujuannya dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan perduktivitas yang tinggi hanyalah organisasi yang bergerak sebagai satu totalitas. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa sautu organisasi modern akan disusun dalam suatu struktur yang menggambarkan fungsi, tugas dan kegiatan yang beraneka ragam, keanekaragaman itu tidak menghilangkan perlunya interaksi, interrelasi dan interpedensi yang didasarkan pada prinsip symbiosis mutualis. Artinya, dalam satu organisasi tidak ada tujuan atau sasaran kelompok yang bersifat mutually exclusive. (Siagian, Sondang P.2010)
4.     Gaya kepemimpinan dan implikasinya pada perusahaan

1)      Tipe yang Otokratik
Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang benarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinter pretasikannya sebagai kenyataan. Misalnya, dalam menginterpretasikan disiplin para bawahan dalam organisasi. Seorang pemimpin yang otokratik akan menerjemahkan disiplin kerja yang tinggi yang di tunjukkan oleh para bawahannya sebagai perwujudan kesetiaan para bawahan itu kepadanya, pada hal sesungguhnya disiplin kerja itu didasarkan kepada ketakutan, bukan kesetiaan. Egonya yang sangat besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya dan oleh karenanya organisasi diperlakukannya sebagai alat untuk mencapai tujua pribadi tersebut.
2)      Tipe yang Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang partenalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikutnya kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.
Di tinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternalistik mengutamakan kebersamaan. Nilai demikian biasanya terungkap dalam kata-kata seperti “seluruh anggota organisasi adalah anggota satu keluarga besar” dan pernyataan-pernyataan lain yang sejenis. Berdasarkan nilai kebersamaan itu, dalam organisasi yang di pimpin oleh seorang pemimpin yang paternalistik kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam terlihat menonjol pula. Artinya pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat di dalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu, kecuali sang pemimpin dengan dominasi keberadaannya yang telah disinggung di muka.
3)      Tipe yang Karismatik
Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatikan bahwa para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja seorang pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya yang otokratik atau diktatorial, para pengikutnya tetap setia kepadanya. Mungkin pula seorang pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya yang patenalistik, tetap ia tidak kehilangan daya pikatnya. Daya tariknya pun tetap besar bila ia menggunakan gaya yang demokratik atau partisipatif.
4)      Tipe yang Laissez Faire
Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang laissez faire  tentang peranannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan seorang pimpinan tidak perlu terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional. Singkatnya, seorang pemimpin laissez faire  melihat peranannya sebagai “polisi lalu lintas”. Dengan anggapan bahwa para anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada peraturan permainan yang berlaku, seorang pemimpin yang leissez faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan.
5)      Tipe yang Demokratik
Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Karena itu pendekatannya dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya adalah pendekatan yang holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratik biasanya menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan dan berbagi sasaran organisasi. Akan tetapi dia mengetahui pula bahwa perbedaan tugas dan kegiatan, yang sering bersifat spesialistik itu, tidak boleh dibiarkan menimbulkan cara berpikir dan cara bertindak yang berkotak-kotak. Singkatnya, Seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan-perbedaan yang merupakan kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. (Siagian, Sondang P.2010)


Ø DAFTAR PUSTAKA

1.      Rivai, Veithzal, dan Deddy Mulyadi. 2013.”Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi”.Jakarta: Rajawali Pers

2.      Siagian, Sondang P.2010. “Teori & Praktik Kepemimpinan”.Jakarta:Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar